Sejarah Desa Plumbangan – Desa Plumbangan merupakan desa tua yang penuh pesona. Terletak di lereng Gunung Kawi, pemandangan yang indah, hawa yang sejuk, tenang, sangat pas untuk dijadikan hunian. Sejak sebelum Hindu Budha masuk ke Indonesia diperkirakan telah berkembang komunitas kuno di Plumbangan. Sebagai buktinya, peninggalan tradisi Megalithicum banyak ditemukan bertebaran di Plumbangan .
Pada saat Hindu–Budha masuk, Desa Plumbangan termasuk ke dalam wilayah Kediri Kuno, Singasari dan Majapahit. Nama Plumbangan disebut dalam Negara Kertagama di beberapa pupuh dan disebut juga dalam beberapa Prasasti, yaitu Prasasti Panumbangan dan Prasasti Petungamba. Dari keterangan yang ada di buku menyebutkan bahwa Desa Plumbangan merupakan tempat kelompok Pendheta Bajradhara.
Pemerintahan Desa Plumbangan diawali dari adanya pemberian hadiah Swatantra kepada Desa Panumbangan dan sekitarnya seperti yang tertera dalam Prasasti Panumbangan. Dalam piagam Prasasti Panumbangan disebutkan bahwa Raja Bhameswara pada Bulan Srawana Paro Terang, Tahun Saka 1042 bertepatan dengan tanggal 2 Agustus 1120, memberikan hadiah kepada penduduk Desa Panumbangan (Plumbangan) dengan status Swatantra. Ketetapan ini berdasarkan keputusan raja yang pernah diberikan kepada warga Desa Panumbangan dan desa-desa sekitarnya. Dengan demikian maka sejak tanggal 2 Agustus 1120, Desa Panumbangan atau Plumbangan telah berpemerintahan sendiri.
Pada Zaman perkembangan Islam, Desa Plumbangan yang terletak di pedalaman lereng Pegunungan Kawi dan dilingkupi oleh Hutan Jati merupakan tempat yang strategis untuk pelarian sisa-sisa laskar Pangeran Diponegoro beserta keluarganya. Dalam penelusuran dan wawancara kepada beberapa narasumber disebutkan bahwa cikal bakal desa berasal dari mataram. Di Desa Plumbangan ada 9 Pundhen cikal bakal Desa yang nama-nama nya memiliki ciri Jawa Tengahan. Satu pundhen yaitu pundhen Mbah Wali gono Pagak yang memiliki ciri altar Batu Bata Merah, dimana kemungkinan seumuran dengan periode Majapahit.
Pada masa pemerintahan penjajahan Belanda, Desa Plumbangan memiliki fungsi yang tinggi. Kekayaan alam yang berupa Hutan Jati memberi peluang pemerintah Belanda untuk menjadikan Plumbangan sebagai penghasil arang yang digunakan sebagai bahan bakar kereta Api. Pada masa penjajahan Jepang, Desa Plumbangan tidak luput dari kewajiban Perang. Kerja Rodi yang diprogramkan pemerintah Jepang melalui Romusha banyak menyisakan penderitaan bagi warga Plumbangan. Banyak warga Desa yang meninggal karena sakit malaria saat kerja Rodi Romusha.
Sebagai desa tua, Plumbangan memiliki adat dan tradisi yang beraneka. Ada bermacam-macam kepercayaan yang berkembang di masyarakat (religio naturalis), misalnya seperti animisme (kepercayaan pada arwah nenek moyang) dan dinamisme (kepercayaan akan kekuatan gaib), Fetisme (kepercayaan pada benda pusaka), spiritisme (kepercayaan pada jiwa/spirit) dan magisme (kepercayaan kepada kekuatan magic), dan kemampun local genius.
Beraneka adat dan tradisi di Desa Plumbangan diantaranya adalah upacara Bersih Desa, selamatan, Kirim suguh danyangan/ciak bakal, kepemilikan pusaka, kirim dhawuhan, susuk wangan dan sebagainya. Sebagai warga Thani, Upacara “Methik“ juga masih dilakukan secara rutin oleh warga Thani Plumbangan. Selain itu, dalam menjalankan peribadatan berkembang rasa toleransi yang tinggi antar umat beragama.
Dalam hal Kebudayaan dan Bidang Ekonomi, Desa Plumbangan mendirikan “soko guru” ekonomi melalui BUMDes dan Koperasi. Kegiatan wanita mengalami kemajuan sesuai jaman. Organisasi kemasyarakatan, Organisasi Pemuda, Bidang Olah raga sangat diminati oleh Para Pemuda. PSHT merupakan wadah pendidikan olahraga bela diri yang paling diminati. Demikian juga sepak bola, Bola voli dan Arung Jeram. Di bidang budaya seni, berkembang berbagai kesenian seperti Jaranan, wayang, dan karawitan yang sangat diminati masyarakat.
Dalam bidang lingkungan Hidup, pengembangan hutan melalui wana wisata cukup memberikan pesona tersendiri. ”Jati Walondo“ dan “Jati Park” adalah destinasi tujuan wisata baik untuk sekedar Swafoto, Out Bond, melepas lelah, menenangkan diri dan bahkan mencari inspirasi. Disana juga dikembangkan bonsai oleh Komunitas Bonsai Plumbangan.
Masing-masing lingkungan Desa Plumbangan memiliki sejarah tersendiri tentang berdirinya atau keberadaannya. Dengan mengetahui sejarah Desanya, masyarakat diharapkan akan merasa bangga, ikut handarbeni, dan ikut melestarikan kekayaan yang dimiliki Desa Plumbangan.